Menjelang akhir hayatnya, tatkala kemenangan telah di.rebut kaum muslimin di berbagai medan pertempuran, Rasulullah saw memanggil para sahabatnya dan bertanya, "Andaikata kalian nanti berhasil menduduki tapak kerajaan Romawi dan Persia, apa yang akan kalian perbuat?"
Sebagian sahabat menjawab, "Kami akan tetap tawakal dan bertindak sebagai mukmin sejati." Sahabat yang lain mengangguk-angguk tanda setuju. Wajah mereka berbinar-binar cerah membayangkan kejayaan yang akan mereka peroleh. Sebaliknya, Rasulullah saw justru berubah muram. Matanya redup dan gurat-gurat di keningnya memberi isyarat bahwa perasaannya diliputi kedukaan. Sambil menggelengkan kepala beliau bersabda, "Aku melihat kobaran api di mana-mana. Kemenangan akan sama dengan kekalahan. Kemakmuran akan berganti keruntuhan. Kalian akan bertukar sikap, menjadi angkuh dan menjatuhkan sesama saudara tanpa risih," (HR Muslim).
Jawaban yang disampaikan Rasulullah saw. tersebut bukanlah rekaan tanpa landasan, tapi kenyataan. Kemenangan Bering kali dijadikan sarana untuk membanggakan diri, menganggap remeh lawan dan lupa dengan realita dirinya. Inilah yang bisa menyebabkan manusia lalai dan menjerumuskannya ke lembah kekalahan.
Apa yang menimpa kaum muslimin pada paruh terakhir perang Uhud merupakan realita sejarah yang tidak mungkin disanggah. Kemenangan yang berada dalam genggaman lepas kembali akibat kelalaian pasukan panah yang ditugasi Rasulullah saw membentengi pertahanan.
Hal yang sama dialami juga oleh kaum mus¬limin pada perang Hunain. Semula mereka sangat yakin akan memenangkan pertempuran melihat jumlah pasukan yang jauh lebih banyak dibanding musuh. Saat itu kekuatan kaum muslimin tengah mencapai puncaknya. Mereka memiliki lebih dari dua betas ribu tentara. Sepuluh ribu tentara adalah pasukan yang berangkat bersama Rasulullah saw dari Madinah untuk membebaskan Makkah, dan dua ribu tentara adalah pasukan Makkah yang barn masuk Islam. Kekuatan besar tersebut, membuat kaum muslimin merasa yakin, bahwa kemenangan akan jatuh ke tangan mereka. Sehingga, di antara para sahabat ada yang berkata, "Hari ini kita tidak akan kalah."
Namun, tak semua perkiraan berjalan sesuai harapan. Realita yang terjadi justru sebaliknya. Kendati akhirnya kaum muslimin berhasil keluar sebagai pemenang, tapi di awal peperangan mereka sempat kalang kabut, terjepit di lembah Hunain di bawah gempuran hujan panah lawan. Hal ini diabadikan Allah SWT dalam al-Qur'an surah al-Taubah ayat (25 – 26).
Pasca hari kemenangan Icul Fitri, kita bergembira menikmati ketegaran dan kekuatan melawan hawa nafsu. Berbagai kemenangan telah kita raih. Pada bulan Ramadhan telah banyak terjadi perubahan. Tempat-tempat ibadah yang semula sepi berubah ramai dipenuhi kaum muslimin yang melaksanakan shalat tarawih. Ti¬dak itu saja. Di beberapa masjid, kaum muslimin tampak semangat mendengarkan ceramah agama. Berbagai kegiatan pun digelar. Tadarus al-Qur'an, ifthar jama'i (berbuka puasa bersama), dan aneka aktivitas lainnya.
Geliat remaja dalam mengisi Ramadhan pun tampak di mana-mana. Mereka yang sebelumnya jauh dari aktivitas ibadah mulai mendekati masjid. Remaja putri yang sebelumnya tidak mengenal jilbab perlahan menutup auratnya. Ghirah (semangat) berinfak dan bershadaqah kaum muslimin pun meningkat. Lembaga-lembaga yang mengelola zakat, infak, dan shadaqah merasakan peningkatan ini.
Pada saat yang sama, media cetak dan elektronik pun semarak menyiarkan acara-acara Islami. Terlepas dari segala motifnya, para artis dan selebritis berlomba-lomba melaksanakan ibadah. Mereka yang selama ini gemar memamerkan aurat, kini tampil di depan layar kaca dengan busanah muslimah. Pendek kata, bulan Ramadhan benar-benar membawa perubahan. Perubahan yang menunjukkan gejala kemenangan. Menang melawan tuntutan dunia yang tak pernah habis. Menang dalam menaklukkan hawa nafsu yang tak pernah henti.
Tentu, semua berharap Ramadhan benar-benar menjadi bulan berkah yang memberikan hadiah kemenangan. Semua berharap agar termasuk hamba Allah yang mendapatkan doa dari malaikat sebagaimana disabdakan Rasulullah saw dalam sebuah haditsnya, "Pada hari Idul Fitri, para malaikat berdiri di setiap pintu rumah seraya berseru, 'Wahai kaum muslimin, bersegeralah kalian menemui Tuhan Maha Mulia yang akan memberikan segala kebaikan dan menyediakan nikmat yang banyak. Kalian telah dipenintahkan untuk melaksanakan shalat malam, lalu kalian kerjakan. Kalian diperintahkan untuk berpuasa pada siang harinya, lalu kalian laksanakan. Kalian telah mentaati perintah-perintah Tuhan kalian. Maka, terimalah hadiah yang telah dijanjikan.' Ketika kaum muslimin telah melaksanakan shalat 'Id, malaikat berkata lagi, 'Ketahuilah, Allah telah mengampuni dosa kalian. Kembalilah ke rumah. Sekarang adalah hari ke-menangan. Di langit, hari ini dinamakan hari kemenangan," (HR Thabrani).
Berbagai kemenangan yang berhasil kita raih selama bulan Ramadhan, harus dipertahankan. Perubahan-perubahan yang kita tempa selama satu bulan penuh, jangan sampai kembali seperti semula. Rutinitas ibadah yang kita bina jangan sampai hanya sebatas berakhirnya bulan puasa. Pakaian rapi yang menutup aurat yang kita kenakan selama bulan Ramadhan, jangan sampai melayang tertiup angin godaan duniawi. (Al-Targhiib wat Tarhub urinal Hadiitsisy Syarfif, al-Imam Zakiyyuddin, Jilid II).
Harus disadari, berbagai ujian yang berhasil kita hadapi pada bulan Ramadhan akan kita temui pada hari-hari mendatang. Bahkan boleh jadi ujian itu lebih besar dari yang pernah kita rasakan. Sebab semakin tinggi tingkat ketakwaan seseorang, kian tinggi kadar ujian yang ia hadapi. Suatu ketika, Sa'ad bin Abi Waqqash bertanya kepada Rasulullah saw, "Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berat ujiannya?"Rasulullah saw menjawab, "Para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sekelas dengan mereka, kemudian yang sekelas dengan mereka. Seseorang itu diuji berdasarkan kualitas agamanya. Jika agamanya kokoh, maka ujiannya ditambah. Jika agamanya tipis, ujiannya diperingan. Ujian senantiasa mendera orang mukmin, hing-ga ia berjalan di muka bumf dalam keadaan tanpa dosa," (HR Bukhari).
Ujian tak selamanya berbentuk rasa lapar seperti yang kita alami saat berpuasa. Tapi juga berwujud pengendalian hawa nafsu. Gemerlap kemegahan dunia yang sering muncul menggoda di depan mata, menuntut kita untuk senantiasa menahan diri dan sabar.
Ratap tangis orang yang kena bendanya, terusir dari kampung halamannya, memanggil nurani kita untuk melakukan sesuatu. Sika prihatin antar sesama dan peduli dengan orang lain yang kita pupuk melalui ibadah pausa saatnya dipraktikkan. Anak-anak yang kelaparar terlantar tak terurus, menanti uluran tangan kita yang sudah terdidik untuk memberi selama bulan Ramadhan. Jangan sampai ratap tangis ketidal berdayaan mereka, sekaligus doa kekecewaar terhadap sesama, menjadi sebab datangnybala'. Rasulullah saw telah mengingatkan kits tentang doa yang talk tertolak dari kaum yang dizalimi seperti sabdanya, "Doa orang yang dizalimi terkabul, meskipun ia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri," (HR Ahmad). Perhatian, pengertian dan pertolongan dari si mampu sangat mereka nantikan.
Kemenangan yang saat ini berada dalam genggaman, jangan sampai berubah menjadi tonggak kehancuran. Sebab, salah satu cara iblis menaklukkan orang-orang yang beriman adalah ketika mereka berada dalam kemenangan. "Tunggu sampai mereka meng-genggam dunia. Pada waktu itulah kehadiranku akan disambut dengan suka cita. Kecuali apabila mereka tetap berpijak pada jalan kebenaran, dan selalu ingat hanya Allah Yang Maha Besar." Demikian yang terbetik dalam benak iblis la'natullah 'alaih. (Kaffaraatul Khathaaya wa Mujiibaatul Maghfirah, Hamid Ibrahim Ahmad).
Oleh : Hepi Andi
Sabili No. 13 Th.IX 19 Desember 2001 / 4 Syawal 1422
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau. Karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia),"
(QS Ali imran: 8).
Komentar Anda ...