Berbagai tindak kriminalitas akhir-akhir ini sangat meresahkan. Kehidupan masyara¬kat selalu terusik oleh aksi-aksi kejahatan. Ada¬nya penodongan, pencurian, penipuan, pe¬merkosaan, pembunuhan, teror dan sederet aksi-aksi kejahatan lainnya telah menjadi mo¬mok hantu menakutkan. Belum lagi persoalan¬persoalan itu terselesaikan, keadaan malah makin diperparah dengan merebaknya berbagai aksi kemaksiatan lain. Berbagai bentuk penyimpangan moral seperti KKN, prostitusi, diskriminasi, narkoba, perju¬dian, dan sebagainya telah menorehkan warna kelam pada tatanan peradaban madani. Kini masyarakat ti¬dak lagi merasakan ketente¬raman, ketenangan dan kedamaian.
Sangat mengkhawatir¬kan jika semua tindakan negatif itu malah diputar balikkan. Kemaksiatan yang sudah jelas merupakan kemungkaran disamarkan sebagai kebajikan. Sebaliknya kebajikan ditu¬ding sebagai aksi kejahatan. Dan ter¬nyata kekhawatiran itu cukup beralasan ketika kita dihadapkan oleh kenyataan bahwa orang-orang hanif yang menegakkan amarma'ruf (memerintahkan kebajikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dihujat habis-habis¬an. Keberadaan mereka pun digembargem¬borkan sebagai gerombolan yang suka mem¬buat keonaran.
Sebaliknya, berbagai kasus kejahatan tidak pernah dipedulikan. Atau sedikit diperhatikan, tapi lagi-lagi selalu tidak berhasil dituntaskan. Bahkan ironisnya, terkesan sengaja disembu¬nyikan. Karena ternyata orang-orang yang berwenang malah asyik berdiam diri sembari mencicipi berbagai hadiah suapan. Boleh jadi karena terlalu sering menyaksikan fenomena buruk seperti ini, banyak orang menjadi frustrasi, muck, jengkel dan tidak senang hati. Akibatnya, kesabaran masyarakat pun menjadi tidak terkendali. Selanjutnya, tak pelak lagi, kemungkaran malah nyaris dibalas dengan ke¬mungkaran pula.
Bila fenomena ini terns berkembang dan dibiarkan, orang awam menjadi se-makin kebingungan. Karena sisi kelurusan hidup sema¬ kin tidak jelas dipandang. Selanjutnya kegamangan menghantarkan orang jatuh ke dalam kubangan fatamorgana. Merenung sejenak untuk mengintrospeksi diri, meng¬haruskan kita kembali mengingat pesan-pesan Qur'ani, "Dan diri¬kanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah sangat besar Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kedakan, " (QS al-Ankabut: 45)
Ayat di atas menyadarkan kita terhadap kenyataan umat yang kini semakin jauh dari nilainilai reliji. Sepinya surau, mushalla, dan masjid semakin memperjelas buruknya kondisi umat ini. Nampak sekali kalau shalat diabaikan. Padahal is merupakan ibadah sehari-hari yang menjadi barometer utama bagi baik atau
buruknya sikap dan perilaku sosial. Di dalam shalat begitu banyak hikmah yang terkait dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tentunya, semua itu dapat dipahami ketika kita mau menyelami kembali berbagai hikmah yang terdapat di dalam ibadah tersebut. Pertama, arah kiblat. Menghadap kiblat dalam shalat menumbuhkan rasa kesatuan, konsentrasi, kepastian, dan keyakinan. Arah yang satu memberikan makna bahwa hidup ini pada dasarnya bukanlah mencari perbedaan dan persaingan (dalam pengertian negatif). Tapi, yang terpenting adalah melihat persamaan dalam sisi kebaikan. Karena sesungguhnya kita dijadikan dari yang satu. Allah SWT berfirman, "Dia men¬ciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan darinya istrinya, " (QS az-Zumar: 6)
Kedua, berdiri. Berdiri dalam shalat membe¬rikan gambaran tentang kehidupan seseorang yang penuh kedewasaan dan kekuatan fisik, dan kedudukan yang kuat. Masa ini merupakan bagi¬an dari perjalanan hidup yang tidak boleh disia¬siakan. Artinya, dalam shalat kita diingatkan un¬tuk bisa memanfaatkan masa hidup yang masih kuat, sehat, segar, dan potensial ini dengan sebaik-baiknya.
Simbol tersebut juga melambangkan konsep hidup yang lurus dan konsisten. Pola hidup istiqamah memberikan ketenangan bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. "Sesungguhnya, orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Va¬nganlah kamu merasa takut dan janganlah ka¬mu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanji¬kan Allah kepadamu, " (QS Fushilat: 30)
Ketiga, ruku. Sikap ruku dalam shalat mem¬berikan pesan maknawi tentang kerendahan hati dan perjalanan hidup yang semakin menua. Sikap ini merupakan pernyataan dan simbol bahwa hidup yang tegar dan penuh kehebatan, suatu waktu pasti berakhir jua. Karenanya, kita harus menyadari kalau kehidupan ini nantinya
pasti bergeser ke posisi mendekati coati, yaitu sujud. Ruku memberikan gambaran hari tua. "Sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam," (QS al-An'aam: 162).
Keempat, sujud. Sujud adalah simbol kede¬katan seseorang dengan Allah SVVT. Bila sema¬kin dekat dengan-Nya, pastilah hatinya tenang. Sebab Dia adalah sumber ketenangan dan ke¬amanan. Sebaliknya, orang yang menjauhkan diri dari-Nya, hati dan jiwanya semakin gelisah. "... Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah (ber¬dzikir) hati menjadi tenteram," (QS ar-Ra'd: 28).
Kelima, thuma'ninah. Salah satu unsur dalam shalat adalah thuma'ninah, yakni tidak tergesa¬gesa, ada tenggang waktu antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya. Dengan ini kita didisiplin¬kan dan dibiasakan untuk senantiasa bersikap tenang dalam menghadapi segala persoalan.
Keenam, tahiyat dan salam. Ucapan tahiyat dan salam mengandung kedamaian, ketenang¬an dan kebahagiaan. Sikap salam dalam shalat yang dilakukan dengan menoleh ke kanan dan ke kiri memberikan pesan moral, bahwa sese¬orang yang telah melakukan shalat akan menye¬barkan ketenangan, ketenteraman, dan keda¬maian kepada semua orang. "Orang Islam ada¬lah orang yang mengamankan orang lain dari bahaya lisan dan tangannya," (HR Bukhara).
Begitu pentingnya arti shalat bagi kehidupan, seyogianya setiap kita menjaganya dengan sebaik-baiknya. Shalat ternyata tidak hanya menjadikan kita memiliki identitas diri sebagai kaum muslimin yang sejati. Tapi lebih dari itu memberikan maslahat yang begitu banyak bagi kehidupan masyarakat. Kalau setiap kita menya¬dari, cukuplah shalat menjadi solusi untuk mem¬berantas segala bentuk kemungkaran. Sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang terjerumus dalam kesesatan sebagaimana Allah SWT peringatkan dalam firman-Nya, "Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper¬turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan," (QS Maryam: 59).
Oleh : Ikhwan Fauzi
Sabili No. 08 Th.X 31 Oktober 2002 / 24 Sya’ban 1423
Sangat mengkhawatir¬kan jika semua tindakan negatif itu malah diputar balikkan. Kemaksiatan yang sudah jelas merupakan kemungkaran disamarkan sebagai kebajikan. Sebaliknya kebajikan ditu¬ding sebagai aksi kejahatan. Dan ter¬nyata kekhawatiran itu cukup beralasan ketika kita dihadapkan oleh kenyataan bahwa orang-orang hanif yang menegakkan amarma'ruf (memerintahkan kebajikan) dan nahi munkar (mencegah kemungkaran) dihujat habis-habis¬an. Keberadaan mereka pun digembargem¬borkan sebagai gerombolan yang suka mem¬buat keonaran.
Sebaliknya, berbagai kasus kejahatan tidak pernah dipedulikan. Atau sedikit diperhatikan, tapi lagi-lagi selalu tidak berhasil dituntaskan. Bahkan ironisnya, terkesan sengaja disembu¬nyikan. Karena ternyata orang-orang yang berwenang malah asyik berdiam diri sembari mencicipi berbagai hadiah suapan. Boleh jadi karena terlalu sering menyaksikan fenomena buruk seperti ini, banyak orang menjadi frustrasi, muck, jengkel dan tidak senang hati. Akibatnya, kesabaran masyarakat pun menjadi tidak terkendali. Selanjutnya, tak pelak lagi, kemungkaran malah nyaris dibalas dengan ke¬mungkaran pula.
Bila fenomena ini terns berkembang dan dibiarkan, orang awam menjadi se-makin kebingungan. Karena sisi kelurusan hidup sema¬ kin tidak jelas dipandang. Selanjutnya kegamangan menghantarkan orang jatuh ke dalam kubangan fatamorgana. Merenung sejenak untuk mengintrospeksi diri, meng¬haruskan kita kembali mengingat pesan-pesan Qur'ani, "Dan diri¬kanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah sangat besar Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kedakan, " (QS al-Ankabut: 45)
Ayat di atas menyadarkan kita terhadap kenyataan umat yang kini semakin jauh dari nilainilai reliji. Sepinya surau, mushalla, dan masjid semakin memperjelas buruknya kondisi umat ini. Nampak sekali kalau shalat diabaikan. Padahal is merupakan ibadah sehari-hari yang menjadi barometer utama bagi baik atau
buruknya sikap dan perilaku sosial. Di dalam shalat begitu banyak hikmah yang terkait dengan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tentunya, semua itu dapat dipahami ketika kita mau menyelami kembali berbagai hikmah yang terdapat di dalam ibadah tersebut. Pertama, arah kiblat. Menghadap kiblat dalam shalat menumbuhkan rasa kesatuan, konsentrasi, kepastian, dan keyakinan. Arah yang satu memberikan makna bahwa hidup ini pada dasarnya bukanlah mencari perbedaan dan persaingan (dalam pengertian negatif). Tapi, yang terpenting adalah melihat persamaan dalam sisi kebaikan. Karena sesungguhnya kita dijadikan dari yang satu. Allah SWT berfirman, "Dia men¬ciptakan kamu dari seorang diri, kemudian Dia jadikan darinya istrinya, " (QS az-Zumar: 6)
Kedua, berdiri. Berdiri dalam shalat membe¬rikan gambaran tentang kehidupan seseorang yang penuh kedewasaan dan kekuatan fisik, dan kedudukan yang kuat. Masa ini merupakan bagi¬an dari perjalanan hidup yang tidak boleh disia¬siakan. Artinya, dalam shalat kita diingatkan un¬tuk bisa memanfaatkan masa hidup yang masih kuat, sehat, segar, dan potensial ini dengan sebaik-baiknya.
Simbol tersebut juga melambangkan konsep hidup yang lurus dan konsisten. Pola hidup istiqamah memberikan ketenangan bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. "Sesungguhnya, orang-orang yang mengatakan, 'Tuhan kami ialah Allah', kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Va¬nganlah kamu merasa takut dan janganlah ka¬mu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanji¬kan Allah kepadamu, " (QS Fushilat: 30)
Ketiga, ruku. Sikap ruku dalam shalat mem¬berikan pesan maknawi tentang kerendahan hati dan perjalanan hidup yang semakin menua. Sikap ini merupakan pernyataan dan simbol bahwa hidup yang tegar dan penuh kehebatan, suatu waktu pasti berakhir jua. Karenanya, kita harus menyadari kalau kehidupan ini nantinya
pasti bergeser ke posisi mendekati coati, yaitu sujud. Ruku memberikan gambaran hari tua. "Sesungguhnya, shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam," (QS al-An'aam: 162).
Keempat, sujud. Sujud adalah simbol kede¬katan seseorang dengan Allah SVVT. Bila sema¬kin dekat dengan-Nya, pastilah hatinya tenang. Sebab Dia adalah sumber ketenangan dan ke¬amanan. Sebaliknya, orang yang menjauhkan diri dari-Nya, hati dan jiwanya semakin gelisah. "... Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah (ber¬dzikir) hati menjadi tenteram," (QS ar-Ra'd: 28).
Kelima, thuma'ninah. Salah satu unsur dalam shalat adalah thuma'ninah, yakni tidak tergesa¬gesa, ada tenggang waktu antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya. Dengan ini kita didisiplin¬kan dan dibiasakan untuk senantiasa bersikap tenang dalam menghadapi segala persoalan.
Keenam, tahiyat dan salam. Ucapan tahiyat dan salam mengandung kedamaian, ketenang¬an dan kebahagiaan. Sikap salam dalam shalat yang dilakukan dengan menoleh ke kanan dan ke kiri memberikan pesan moral, bahwa sese¬orang yang telah melakukan shalat akan menye¬barkan ketenangan, ketenteraman, dan keda¬maian kepada semua orang. "Orang Islam ada¬lah orang yang mengamankan orang lain dari bahaya lisan dan tangannya," (HR Bukhara).
Begitu pentingnya arti shalat bagi kehidupan, seyogianya setiap kita menjaganya dengan sebaik-baiknya. Shalat ternyata tidak hanya menjadikan kita memiliki identitas diri sebagai kaum muslimin yang sejati. Tapi lebih dari itu memberikan maslahat yang begitu banyak bagi kehidupan masyarakat. Kalau setiap kita menya¬dari, cukuplah shalat menjadi solusi untuk mem¬berantas segala bentuk kemungkaran. Sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang terjerumus dalam kesesatan sebagaimana Allah SWT peringatkan dalam firman-Nya, "Maka datanglah sesudah mereka pengganti (generasi yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper¬turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan," (QS Maryam: 59).
Oleh : Ikhwan Fauzi
Sabili No. 08 Th.X 31 Oktober 2002 / 24 Sya’ban 1423
