Jangan Tunda
Sampai Besok
Waktu lebih berharga daripada emas. la
lebih mulia daripada permata. Menyia
nyiakannya adalah sebuah kebodohan yang
nyata.
Lantaran tidak mengetahui keutamaan waktu, seringkali kaum muslimin terlena menunda-nunda pekerjaannya. Tidak menyadari telah melakukan kebodohan besar yang meng¬akibatkan penyesalan teramat dalam. Mereka yang menunda-nunda pekerjaan, lebih bodoh dari orang yang membuang-buang harta. Harta yang hilang bisa dicari, waktu yang pergi tidak mungkin kembali. Ironisnya, penyakit ini tidak hanya menimpa kaum muslimin secara individu, tapi masyarakat secara komunal. Ada beberapa hal yang bisa menye¬babkan mereka terjangkit penyakit ini. Antara lain:Pertama, sifat malas. Penyakit inilah yang me¬ nyebabkan kemunduran kaum muslimin dalam berbagai bidang. Lantaran terjangkit sifat malas, seseorang bisa duduk di rumahnya berhari-hari. Pekerjaannya menumpuk dan tidak terurus. Ketika Umar bin Abdul Aziz ditanya mengapa ia tidak me¬nangguhkan pekerjaannya sampai besok, ia men¬jawab, "Pekerjaan satu hari saja membuatku letih. Bagaimana kalau dua hari pekerjaan menjadi satu?"
Ibnu Qayim al-Jauziyah mengingatkan mereka yang Bering menunda-nunda pekerjaan dengan ungkapannya, "Barangsiapa yang bersampan ke¬malasan, ia akan tenggelam bersamanya. Jika ra¬sa malas dan menunda pekerjaan sudah menyatu, yang lahir adalah kerugian," (AI-Mudhisy 342, Ibnu Qayim).
Tak heran kalau Rasulullah saw menggabung¬kan sifat ini dengan sifat takut, lemah dan pikun. Dalam sebuah haditsnya Rasulullah saw menga¬jarkan sebuah doa, "Ya Allah aku berlindung ke¬pada-Mu dari kelemahan, kemalasan, ketakutan dan kepikunan," (HR Bukhari Muslim).
Kedua, merasa aman dari azab Allah. Di antara sifat manusia, ia selalu bersegera melaksanakan sesuatu ketika merasa takut, dan menunda-nun¬danya jika merasa aman. Mereka yang merasa diri¬nya aman dari azab Allah, selalu akan menunda¬nunda pekerjaannya, terutama perintah-perintah Allah. Inilah yang menyebabkan bertumpuknya do¬sa dan berkaratnya hati. Allah berfirman, "Apakah mereka merasa aman dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan kiamat ke¬pada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?" (QS Yusuf: 107).
Ketiga, lupa dengan kematian. Orang yang se-ring menunda-nunda pekerjaan biasanya lupa de¬ngan kematian. Padahal, kematian bisa menjemput siapa saja di mana pun ia berada, tanpa seorang pun bisa menghalangi meskipun [a berada di se¬buah tempat tersembunyi. Allah berfirman, "Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kokoh," PS an-Nisa': 78).
Lupa dengan kematian juga bisa menyebabkan panjang angan-angan (berkhaya). Rasulullah saw melarang umatnya untuk berpanjang angan-angan terhadap dunia dan melupakan kehidupan akhirat.
Pada suatu kesempatan Rasulullah saw pernah membuat gambar segi empat, lalu membuat garis di tengah-tengahnya yang keluar dari segi empat. Beliau membuat garis-garis pendek yang melin¬tang pada garis tengah yang keluar itu. Kemudian beliau bersabda, "Inilah gambaran manusia. Empat buah garis ini merupakan ajal yang mengurungnya. Garis yang menyembul keluar menunjukkan angan¬angannya. Garis-garis pendek merupakan benca-na-bencana yang menimpanya. Jika dia terlepas dari satu bencana, dia jatuh ke bencana yang lain," (HR Bukhari).
Keempat, menyepelekan persoalan dan meng¬anggap enteng pahala dengan mengandalkan am¬punan Allah. Benar, Allah SVVT Maha Pengampun terhadap hamba-Nya. Bahkan, ampunan-Nya jauh lebih lugs dibanding dosa-dosa hamba-Nya. Na¬mun, ampunan-Nya tidak bisa diandalkan untuk menyelamatkan diri dari siksaan-Nya. Justru di sini¬lah letak keadilan Allah. Dia akan mengazab orang yang berbuat dosa dan mengampuni mereka yang bertaubat kepada-Nya. Orang-orang yang biasa mengandalkan ampunan Allah, akan terbiasa juga menunda-nunda pekerjaan.
Mereka yang terbiasa menunda pekerjaan akan dilanda penyesalan mendalam di kemudi¬an hari. Ketika sadar, ia mendapatkan dirinya ber¬ada di tengah-tengah tumpukan pekerjaan yang tak mungkin dilaksanakan. Penyesalan itu tidak hanya berlangsung di dunia, tapi juga di akhirat. Dia akan tercengang mendapatkan dirinya ter¬dampar dalam kubangan maksiat dan dosa. Di akhirat kelak dengan wajah tertunduk ia akan berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikankah kami (ke du¬nia), kami akan mengerjakan aural shalih. Se¬sungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin," (QS as-Sajadah: 12).
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersab¬da, 'Tidak ada yang paling disesali oleh penghuni surga kecuali sesaat yang pernah mereka lalaikan di dunia yang tidak mereka gunakan untuk mengi¬ngat Allah," (HR Thabrani ditashhihkan oleh al¬Albani).
Yang menarik dalam hadits tersebut, penyesa¬Ian justru datang dari penghuni surga, bukan peng¬huni neraka. IN menunjukkan sebagai manusia mereka juga bisa lalai. Dan kelalaian sesaat inilah yang mereka sesalkan. Lalu, bagaimana dengan mereka yang semasa di dunia gemar menyia-nyia¬kan umurnya? Tentu penyesalan mereka lebih pa-hit dan mendalam. Mereka hanya mampu menge¬luarkan keluhan, "Alangkah baiknya kalau aku dulu adalah tanah," (QS an-Naba': 40).
Bagi kaum muslimin tak ada pilihan lain kecuaii bersegera melakukan kebajikan dan meningkatkan kedisiplinan sembari senantiasa mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Selain itu, menyadari pentingnya waktu dan bahaya membiarkan waktu kosong terbuang begitu saja. Akhirnya, marilah kita simak pesan Ibnu Umar yang mengatakan, "Jangan tunggu apa yang bisa dikerjakan hari ini sampai besok." Sebab, sebagaimana yang diwasiatkan Abu Bakar kepada Umar bin Khathab, bagi Allah amalan di waktu siang tidak akan diterima di waktu malam, dan amalan di waktu malam tidak akan diterima di waktu siang (Manaqib Umar, Ibnu Qayim al-Jauziyah). Wallahu A'Iam.
Oleh : Hepi Andi
Sabili No. 20 TH.IX 4 April 2002/ 21 Muharram 1423