Waktu
Cepat Berlalu
Dan Tak Pernah Kembali
Gerbang tahun 14... H sudah terbuka. Kini, kita sudah berada di dalamnya, siap menapaki tahun baru dengan segala rencana baru. Kita baru sadar, satu tahun telah berlalu. Itu berarti, usia kita bertambah satu tahun, dan jatah hidup kita pun sudah berkurang.
Ya. Kita sering lalai kalau hari-hari kita kerap berlalu begitu saja dengan berbagai kehampaan. Kita kerap lupa menghitung kuantitas dan kualitas ibadah yang kita lakukan. Kita baru sadar kala usia sudah lanjut dan tidak bisa berbuat banyak kecuali menunggu ajal menjemput. Kita baru ngeh saat nyawa sudah berada di tenggorokan dan tidak mungkin kem¬bali ke masa lalu.
Begitulah waktu. ia cepat berlalu dan tidak pernah kembali. ia lebih mahal daripada emas dan lebih berharga dari permata. Karenanya, jauh-jauh hari Rasulullah saw mengingat¬kan umatnya agar senantiasa mem¬pergunakan waktu dengan baik. Dalam sebuah haditsnya beliau bersabda, "Pergunakanlah lima ke¬sempatan, sebelum datang lima kesempatan. Hidupmu sebelum datang kematianmu. Sehatmu se¬belum sakitmu. Senggangmu sebelum datang waktu sempitmu. Masa mudamu sebelum datang ma¬sa tuamu. Kayamu sebelum datang masa miskinmu," (HR Baihaqi).
Bagi kaum muslimin, tidak boleh ada waktu terbuang tanpa amal ibadah. Waktu adalah berbuat, dan berbuat adalah ibadah. Demikian ungkapan yang ditulis Yusuf Qar¬adhawi dalam kitabnya al-Waqtu fil Hayatil Muslim. Karenanya, setiap muslim harus mengagendakan kegiatan hariannya. Bagi mereka, shalat lima waktu adalah neraca amal harian. Shalat Jum'at adalah neraca pekanan. Puasa Ramadhan adalah acuan tahunan, dan ibadah haji a¬dalah neraca usia secara kese¬luruhan. 'tahun ibarat pohon. Bulan laksana cabangnya. Hari adalah rantingnya. Jam adalah daunnya. Sedangkan nafas-nafas kita adalah buahnya. Barangsiapa nafasnya selalu dalam ketaatan, maka is telah menanam pohon yang baik," ujar Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam bukunya al-Fawaid.
Islam telah memberikan pedoman harian yang sangat utuh kepada pemeluknya. Jauh sebelum fajar menyingsing, kala manusia lelap dalam buai¬an mimpinya, seorang muslim sejati telah bangkit menapaki kehidupan nyata dengan melaksanakan qiyamullaff Secara rill dia telah 'mencuri start' untuk berlaga di berbagai medan kehidupan. Kalau hal ini menjadi tradisi kaum muslimin, kita sangat yakin umat Islam tidak akan menjadi umat yang terbelakang dalam kebodohan.
Waktu adalah pedang. Jika engkau tidak meng¬gunakannya, ia akan memotongmu. Demikian se¬buah pepatah mengatakan. 'Waktu adalah kehi¬dupan," tambah Hasan al-Banna. Kalau tidak di¬pergunakan, ia akan berjalan bagaikan awan dan lari seperti angin. la akan berlalu dan tidak pemah kembali. Waktu adalah kesempatan yang tidak akan pernah muncul dua kali.
Karenanya, seorang muslim tidak boleh mem¬biarkan waktu berlalu begitu saja. Jasiem Muham¬mad Badr al-Muthawi' dalam bukunya al-Waqtu Amaarau Damaarmenyebutkan beberapa hal yang mesti dilakukan oleh setiap muslim kala mengisi waktu-waktunya. Antara lain:
Pertama, melakukan aktivitas dakwah. Inilah yang dicontohkan Rasulullah saw, para sahabat dan salafusshalih. Mereka tak pernah berdiam diri menunggu mad'udatang kepadanya. Bahkan, kalau kita melihat makam beberapa sahabat Rasulullah saw, banyak di antara mereka yang dimakamkan di luar Madinah dan Makkah. Abu Ayub al-Anshari gugur dan dimakamkan di benteng Konstantinopel, Ummu Haran bin Milhan dimakamkan di pulau Cyprus, Uqbah bin Amir dimakamkan di salah satu komplek pemakaman di Mesir. Makam Bilal bin Ra¬bah berada di Damaskus. IN menunjukkan bahwa para sahabat itu melakukan harakah (gerakan dakwah). Bahkan, mereka berani melakukan perjala¬nan jauh, hingga ke lembah-lembah pemukiman Badui sekalipun.
Kedua, bergaul dengan masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Sehebat apapun dia, dan setinggi apapun jabatannya, ia tidak bisa hidup sen¬dirian. la membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan bergaul, baik dengan saudara seakidah mau¬pun tidak. Ali bin Abi Thalib ra pernah mengatakan, "Pergaulilah orang mukmin dengan hatimu, dan pergaulilah orang yang fasiq dengan perangaimu." Maksudnya, seorang mukmin harus berinteraksi dengan saudaranya seiman dengan hati, kasih sa¬yang, dan cinta. Sedangkan terhadap orang yang suka berbuat maksiat hendaknya bergaul dengan akhlak yang baik agar mereka kembali mengamal¬kan ajaran Islam dengan baik. Thalhah al-Qurasyi dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad menyebutkan, bahwa aib terkecil yang menimpa seseorang apabila ia hanya duduk di rumah saja. Sayyid Quthb menambahkan bahwa kebesaran jiwa seseorang, teruji manakala ia mampu berinteraksi dengan masyarakat. Tentu, pergaulan tersebut hendaknya memba¬wa perubahan ke arah yang lebih baik. Bukan malah membuat larut dalam keburukan. Seorang mukmin harus bisa mewarnai sekitarnya dengan nuansa dan nilai-nilai Islam sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw dan para sahabat. Paling tidak, membaur dengan masyarakat tanpa harus ikut larut dalam keburukan mereka. Lahan inilah tempat ter¬baik bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan waktunya. Bukan dengan menyendiri membiarkan segalanya lewat tanpa makna.
Ketiga, membantu orang lain. Sikap ini sangat memerlukan sifat tawadhu dan rendah hati. Tanpa sifat tersebut, tidak akan terbetik kemauan untuk menolong orang lain. Padahal Islam adalah agama yang senantiasa mendorong kebersamaan dan sating tolong. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang melapangkan suatu kesulitan di dunia bagi orang mukmin, Allah pasti akan melapangkan baginya kesulitan di hari kiamat," (HR Muslim). Abu Utsman, guru Imam Bukhari, merupakan salah seorang ulama salaf yang patut dicontoh. la tidak pernah menolak memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. "Jika aku tidak sanggup memberikan bantuan, aku akan meminta orang lain untuk menolong. Jika tidak, aku akan minta tolong kepada penguasa," ujarnya.
Masih banyak cara untuk tidak membiarkan waktu pergi begitu saja. Membaca, berolahraga, dan berkreasi untuk menelurkan karya-karya bermanfaat merupakan cara mengisi waktu luang. Semuanya harus bernilai ibadah kepada Allah tanpa harus mengorbankan sisi kemanusiaan.
Sangat ironis kalau keistimewaan waktu ini diketahui dan dimanfaatkan oleh non muslim. Mereka tidak mau melewatkan waktu begitu saja berlalu. Di Amerika yang kita rebut-rebut sebagai negara kafir, masyarakatnya sangat meng¬hormati waktu. Jam-jam rapat dan agenda ke¬giatan dilaksanakan dengan disiplin. Masyarakat Jepang yang kita tahu menuhankan matahari, sangat menghargai waktu. Perjalanan yang mereka tempuh dalam kereta api, dipergunakan untuk membaca. Bandingkan dengan masyara¬kat kita yang lebih mengutamakan tidur daripada membaca.
Lebih ironis lagi, kebodohan kaum muslimin dalam memanfaatkan waktu, digunakan orang-orang kafir untuk menghancurkan generasi Islam. Mereka menciptakan permainan-permainan semisal game watch, playstationdan berbagai jenis permainan lainnya untuk meninabobokan putra-putri kaum muslimin agar tetap hidup dalam buaian khayal bergelimang kebodohan. Padahal, seba¬gaimana yang diingatkan Hasan al-Banna, bagi kaum muslimin, kewajiban yang harus dikerjakan lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Dan, kesuksesan hanya akan diraih oleh mereka yang menghargai waktu. Lalu, masihkah kita tetap duduk termenung menghitung bintang di langit dan membiarkan waktu lewat tanpa arti?
Oleh : Hepi AndiYa. Kita sering lalai kalau hari-hari kita kerap berlalu begitu saja dengan berbagai kehampaan. Kita kerap lupa menghitung kuantitas dan kualitas ibadah yang kita lakukan. Kita baru sadar kala usia sudah lanjut dan tidak bisa berbuat banyak kecuali menunggu ajal menjemput. Kita baru ngeh saat nyawa sudah berada di tenggorokan dan tidak mungkin kem¬bali ke masa lalu.
Begitulah waktu. ia cepat berlalu dan tidak pernah kembali. ia lebih mahal daripada emas dan lebih berharga dari permata. Karenanya, jauh-jauh hari Rasulullah saw mengingat¬kan umatnya agar senantiasa mem¬pergunakan waktu dengan baik. Dalam sebuah haditsnya beliau bersabda, "Pergunakanlah lima ke¬sempatan, sebelum datang lima kesempatan. Hidupmu sebelum datang kematianmu. Sehatmu se¬belum sakitmu. Senggangmu sebelum datang waktu sempitmu. Masa mudamu sebelum datang ma¬sa tuamu. Kayamu sebelum datang masa miskinmu," (HR Baihaqi).
Bagi kaum muslimin, tidak boleh ada waktu terbuang tanpa amal ibadah. Waktu adalah berbuat, dan berbuat adalah ibadah. Demikian ungkapan yang ditulis Yusuf Qar¬adhawi dalam kitabnya al-Waqtu fil Hayatil Muslim. Karenanya, setiap muslim harus mengagendakan kegiatan hariannya. Bagi mereka, shalat lima waktu adalah neraca amal harian. Shalat Jum'at adalah neraca pekanan. Puasa Ramadhan adalah acuan tahunan, dan ibadah haji a¬dalah neraca usia secara kese¬luruhan. 'tahun ibarat pohon. Bulan laksana cabangnya. Hari adalah rantingnya. Jam adalah daunnya. Sedangkan nafas-nafas kita adalah buahnya. Barangsiapa nafasnya selalu dalam ketaatan, maka is telah menanam pohon yang baik," ujar Ibnu Qayim al-Jauziyah dalam bukunya al-Fawaid.
Islam telah memberikan pedoman harian yang sangat utuh kepada pemeluknya. Jauh sebelum fajar menyingsing, kala manusia lelap dalam buai¬an mimpinya, seorang muslim sejati telah bangkit menapaki kehidupan nyata dengan melaksanakan qiyamullaff Secara rill dia telah 'mencuri start' untuk berlaga di berbagai medan kehidupan. Kalau hal ini menjadi tradisi kaum muslimin, kita sangat yakin umat Islam tidak akan menjadi umat yang terbelakang dalam kebodohan.
Waktu adalah pedang. Jika engkau tidak meng¬gunakannya, ia akan memotongmu. Demikian se¬buah pepatah mengatakan. 'Waktu adalah kehi¬dupan," tambah Hasan al-Banna. Kalau tidak di¬pergunakan, ia akan berjalan bagaikan awan dan lari seperti angin. la akan berlalu dan tidak pemah kembali. Waktu adalah kesempatan yang tidak akan pernah muncul dua kali.
Karenanya, seorang muslim tidak boleh mem¬biarkan waktu berlalu begitu saja. Jasiem Muham¬mad Badr al-Muthawi' dalam bukunya al-Waqtu Amaarau Damaarmenyebutkan beberapa hal yang mesti dilakukan oleh setiap muslim kala mengisi waktu-waktunya. Antara lain:
Pertama, melakukan aktivitas dakwah. Inilah yang dicontohkan Rasulullah saw, para sahabat dan salafusshalih. Mereka tak pernah berdiam diri menunggu mad'udatang kepadanya. Bahkan, kalau kita melihat makam beberapa sahabat Rasulullah saw, banyak di antara mereka yang dimakamkan di luar Madinah dan Makkah. Abu Ayub al-Anshari gugur dan dimakamkan di benteng Konstantinopel, Ummu Haran bin Milhan dimakamkan di pulau Cyprus, Uqbah bin Amir dimakamkan di salah satu komplek pemakaman di Mesir. Makam Bilal bin Ra¬bah berada di Damaskus. IN menunjukkan bahwa para sahabat itu melakukan harakah (gerakan dakwah). Bahkan, mereka berani melakukan perjala¬nan jauh, hingga ke lembah-lembah pemukiman Badui sekalipun.
Kedua, bergaul dengan masyarakat. Manusia adalah makhluk sosial. Sehebat apapun dia, dan setinggi apapun jabatannya, ia tidak bisa hidup sen¬dirian. la membutuhkan orang lain untuk berinteraksi dan bergaul, baik dengan saudara seakidah mau¬pun tidak. Ali bin Abi Thalib ra pernah mengatakan, "Pergaulilah orang mukmin dengan hatimu, dan pergaulilah orang yang fasiq dengan perangaimu." Maksudnya, seorang mukmin harus berinteraksi dengan saudaranya seiman dengan hati, kasih sa¬yang, dan cinta. Sedangkan terhadap orang yang suka berbuat maksiat hendaknya bergaul dengan akhlak yang baik agar mereka kembali mengamal¬kan ajaran Islam dengan baik. Thalhah al-Qurasyi dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa'ad menyebutkan, bahwa aib terkecil yang menimpa seseorang apabila ia hanya duduk di rumah saja. Sayyid Quthb menambahkan bahwa kebesaran jiwa seseorang, teruji manakala ia mampu berinteraksi dengan masyarakat. Tentu, pergaulan tersebut hendaknya memba¬wa perubahan ke arah yang lebih baik. Bukan malah membuat larut dalam keburukan. Seorang mukmin harus bisa mewarnai sekitarnya dengan nuansa dan nilai-nilai Islam sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw dan para sahabat. Paling tidak, membaur dengan masyarakat tanpa harus ikut larut dalam keburukan mereka. Lahan inilah tempat ter¬baik bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan waktunya. Bukan dengan menyendiri membiarkan segalanya lewat tanpa makna.
Ketiga, membantu orang lain. Sikap ini sangat memerlukan sifat tawadhu dan rendah hati. Tanpa sifat tersebut, tidak akan terbetik kemauan untuk menolong orang lain. Padahal Islam adalah agama yang senantiasa mendorong kebersamaan dan sating tolong. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang melapangkan suatu kesulitan di dunia bagi orang mukmin, Allah pasti akan melapangkan baginya kesulitan di hari kiamat," (HR Muslim). Abu Utsman, guru Imam Bukhari, merupakan salah seorang ulama salaf yang patut dicontoh. la tidak pernah menolak memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. "Jika aku tidak sanggup memberikan bantuan, aku akan meminta orang lain untuk menolong. Jika tidak, aku akan minta tolong kepada penguasa," ujarnya.
Masih banyak cara untuk tidak membiarkan waktu pergi begitu saja. Membaca, berolahraga, dan berkreasi untuk menelurkan karya-karya bermanfaat merupakan cara mengisi waktu luang. Semuanya harus bernilai ibadah kepada Allah tanpa harus mengorbankan sisi kemanusiaan.
Sangat ironis kalau keistimewaan waktu ini diketahui dan dimanfaatkan oleh non muslim. Mereka tidak mau melewatkan waktu begitu saja berlalu. Di Amerika yang kita rebut-rebut sebagai negara kafir, masyarakatnya sangat meng¬hormati waktu. Jam-jam rapat dan agenda ke¬giatan dilaksanakan dengan disiplin. Masyarakat Jepang yang kita tahu menuhankan matahari, sangat menghargai waktu. Perjalanan yang mereka tempuh dalam kereta api, dipergunakan untuk membaca. Bandingkan dengan masyara¬kat kita yang lebih mengutamakan tidur daripada membaca.
Lebih ironis lagi, kebodohan kaum muslimin dalam memanfaatkan waktu, digunakan orang-orang kafir untuk menghancurkan generasi Islam. Mereka menciptakan permainan-permainan semisal game watch, playstationdan berbagai jenis permainan lainnya untuk meninabobokan putra-putri kaum muslimin agar tetap hidup dalam buaian khayal bergelimang kebodohan. Padahal, seba¬gaimana yang diingatkan Hasan al-Banna, bagi kaum muslimin, kewajiban yang harus dikerjakan lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Dan, kesuksesan hanya akan diraih oleh mereka yang menghargai waktu. Lalu, masihkah kita tetap duduk termenung menghitung bintang di langit dan membiarkan waktu lewat tanpa arti?
Sabili No. 20 TH.IX 4 April 2002/ 21 Muharram 1423
Komentar Anda ...