Minggu, 22 Juli 2012

Menyadari Potensi Diri

"Dan janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi jika kamu orang-orang yang
beriman,"(QS Ali'lmran: 139).

Banyak manusia yang tidak menyadari bahwa dalam dirinya terdapat potensi raksasa yang bisa mengantarkannya kehidupan yang jauh lebih balk, lurus, dancerah. Ketidaksadaran ini berekses pada pembusukan potensi itu sendiri. Sehingga manusia tidak berdaya menghadapi persoalan hidup. Ketidaksadaran akan potensi diri ini bias bersifat individu atau kolektif. Dalam tataran individu, hal ini akan membuat individu bersangkutan mengalami kelumpuhan berpikir, kelumpuhan nurani, dan kelumpuhan bereaksi. Sedangkan dalam Skala kolektif akan menimbulkan kelumpuhan satu bangsa, satu generasi, satu umat. Sehingga lahirlah generasi yang mandul, umat yang rapuh, dan bangsa yang stagnan.
Ayat di atas mengingatkan Kita, umat islam agar tidak bersikap lemah dalam menghadapi rintangan dan tidak bermuram durja dalam menghadapi cobaan dan ujian. Sikap lemah bukanlah karakter seorang mukmin. Sikap menyerah terhadap kondisi dansituasi bukanlah kepribadian seorang mukmin. Seorang mukmin adalah sosok yang sigap, trengginas, mampu mengambil Sikap, tegas mengambil keputusan, danmemiliki visi ke depan. Seorang mukmin adalah sosok yang menyadari bahwa di dalam dirinya ada potensi besar yang dia sandang dalam predikatnya sebagai mukmin.
Ayat tadi menegaskan, jika kita benar-benar beriman tak ada alasan apapun yang membenarkan kita untuk bersikap lemah, lesu, tidak bergairah dan pesimis dalam menghadapi realitas hidup ini. Al-Qur'an menantang kita semua untuk menjadi sosok yang penuh vitalitas, penuh gairah, energik, danaktif. Sosok yang tidak pernah meratapi masa lalu, yang tidak pernah tenggelam dalam kemuramdurjaan. Muram durja bukanlah solusi dari persoalan rumit dankompleks.
Bahkan sebaliknya, hanya akan menyeret seseorang pada kelumpuhan danketidakjernihan dalam memandang hakikat hidup dan kehi¬ dupan ini. Kemuramdurjaan akan menenggelamkan kita dalam romantisme berlebihan sehingga yang muncul dari bibir adalah kata sesal yang tidak membuahkan apa apa. Yang keluar dari mulut kita adalah "andai kata". Padahal andaikata itu, menurut Rasulullah saw, akan membuka pintu setan untuk masuk dalam kejernihan pikiran danhati kita.
Dalam menafsirkan ayat di atas Sayyid Quthb berkata, "Janganlah kamu lemah, danjanganlah kamu bersedih hati atas apa yang menimpamu; danjangan pula kamu bersedih atas apa yang lepas dari tanganmu, padahal kamu adalah orang-orang yang tinggi. Akidah kalian lebih tinggi, karena kalian bersujud pada Allah semata, sedangkan mereka menyembah pada salah satu makhluk-Nya atau sebagian dari mahkhluk-Nya. Manhaj hidup kalian lebih tinggi, sebab kalian berjalan di atas manhaj Allah, sedangkan mereka berjalan di atas manhaj ciptaan makluk-Nya. Peran kalian lebih tinggi, sebab kalian mendapat tugas untuk memberi petunjuk pada manusia secara keseluruhan yang sedang berjalan tanpa manhaj atau menyimpang dari manhaj yang lurus. Posisi kalian di muka bumi lebih tinggi, sebab kalian adalah pewaris bumi yang Allah janjikan pada kalian, sedangkan mereka menuju pada kebinasaan dan dilupakan. Maka jika kalian benar-benar beriman, pasti kalian akan lebih tinggi, dan jika kalian benar-benar beriman maka janganlah kalian bersikap lemah danjangan pula bermuram durja,"(Fi Zhilal al¬Qur'an, 1/ 480).
Menurut Imam Asy-Syaukani, teks ayat ciatas dari segi makna Baling berkaitan. Artinya, jika kamu beriman maka janganlah kamu bersedih, atau jika kamu beriman maka kamulah orang yang paling tinggi (Path al-Qadir 1/ 384).
Hal serupa bisa kita dapatkan dalam teks ayat lain, "Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Al-lah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar," (Ali 'Imran: 146). Begitu pula dengan firman-Nya: "Maka janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu," (Muhammad: 35).
Sering kita tidak menyadari, bahwa kita memiliki potensi untuk mengatur, menjadi "imam" umat lain, menjadi imam peradaban dan budaya. Bahwa Allah membuka kesempatan bagi kita untuk menjadi umat terbaik, di mata dunia. Kita juga lupa bahwa Allah memberi kita potensi untuk menjadi umat pilihan, umat penengah yang mampu mem¬berikan rahmat dan kesejukan pada sesama, yang mampu menebarkan keadilan, me¬lindungi hak-hak manusia dan menghargai martabat mereka. Sebagaimana firman-Nya, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah," (QS Ali I m ran: 110). Juga dalam firman-Nya:, "Dan demikian (pula) telah kami jadikan kamu (umat Islam), umal yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi (perbuatan) manusia," (QS al-Baqarah: 143).
Orang-orang beriman bisa melejitkan potensi itu secara maksimal jika mampu menyuruh manusia untuk berbuat balk, mene¬barkan kebaikan, danmencegah manusia dari perbuatan mungkar yang memelaratkan manusia lainnya. Mereka akan dianggap kelompok orang beriman jika dalam aksinya bertaburan kebaikan dansepi dari kemungkaran. Kesadaran untuk menjadi mukmir secara hakiki akan mengantarkan kita pada aksi positif, mendorong kita melakukan kerje besar danmenghindarkan kita dari pekerjaan sia-sia. Kesadaran bahwa kita mendapa asuransi bersyarat dari Allah sebagai uma terbaik, umat pilihan, dan saksi bagi segenap manusia, akan menggerakkan kita melakukan agenda strategic untuk mengangkat deraja umat Islam yang sedang dirugikan oleh cara berpikir dan perilaku yang keliru.
Kesadaran individu harus bermetamorfosis menjadi kesadaran kolektif, menjad kesadaran umat, sehingga kita mampt menempatkan diri pada tempat yang se harusnya. Kita harus mulia dan bukan menjadi hina. Yang memimpin dan bukan yang di pimpin. Ada aksi yang harus segera kita lakukan: Memenuhi persyaratan-persyaratan awal untuk menjadi umat pilihan. Kekuatain adalah milik kita dan harus berada di pangkuai kita (QS al-Munafiqun: 8). Semoga.
Sumber : Sabili No. 22 Th.IX 2 Mei 2002 / 19 Shafar 1423
TADABUR
Bersama: Samson Rahman, MA
Staf Peneliti Yayasan Al-Haramain, Jakarta